Pagi itu, di hari Sabtu, adalah hari libur bagi sebagian warga tapi
tidak bagi sebagian warga lain. Matahari pagi menyinari setiap sudut
ruangan tak terkecuali sudut tempat sekoloni rayap menetap. Seekor rayap
seperti biasa, keluar dari lubang kecilnya. Statusnya sebagai rayap
dari kasta pekerja tidak membenarkannya untuk sekedar duduk menunggu
makanan. Tidak. Dialah yang ditunggu untuk mencari, mengangkut dan
memberi makan rayap-rayap dari kasta prajurit ataupun kasta petelur.
Hari
ini dia merasa agak aneh. Dia merasa diawasi seseorang. Seharusnya
perasaan seperti itu wajar. Setiap rayap yang berada di koloni ini
pastilah akan merasakan hal itu. Tentu saja, karena merekalah koloni
yang dengan terang-terangan, seterang-terangnya, menampakkan pertanda
keberadaan koloni di sudut ruangan ini. Tetapi hari ini perasaannya
sangat kuat. Seolah sepasang mata itu tak pernah melepaskan langkahnya
sedetik pun. Tajam, penuh benci.
Dia menoleh ke arah
teman-temannya yang sekasta dengannya. Mereka pun keluar dari
lubang-lubang kecilnya. Melakukan aktivitas yang sama dengannya.
“Hai,”
sapa temannya,”hari ini matahari terlalu terang ya…? Pagi yang indah
bukan?” katanya penuh semangat sambil memperbaiki dinding-dinding sarang
yang jebol. Entah sejak kapan, ia mulai melakukan pekerjaannya itu.
Rasanya sudah lama sekali, temannya ada di situ dengan pekerjaan yang
sama. Dan dinding-dinding yang diperbaikinya tetap saja selalu jebol
setiap harinya.
Dengan diliputi perasaan tidak enak yang aneh,
rayap itu pun tetap melangkah ke tempat biasa ia mendapatkan makanan
untuk disimpan di gudang. Beberapa rayap berjaga di sana. Merekalah yang
bertugas memindahkan makanan-makanan itu ke tempat lain jika gudang
sudah tidak aman lagi.
Tampak beberapa rayap berjalan hilir mudik
di antara para pekerja. Tampilan tubuh rayap-rayap ini lebih gagah
dilengkapi rahang berbentuk gunting sebagai penjepit musuh, sebuah
perlengkapan yang hanya dimiliki rayap prajurit, Merekalah para rayap
dari kasta prajurit yang bertugas mengamankan koloni dari gangguan musuh
Langkahnya
terhenti. Membuat teman-temannya yang berjalan dibelakangnya ikut
berhenti. “Eh, ada apa?” Ia terdorong, memaksanya melangkah lagi.
“Hari
ini matahari terlalu terang ya…?” ucapan temannya tadi melintas lagi di
kepalanya….dan degg….tiba-tiba dia terpikir sesuatu. Rayap itu berlari,
membiarkan makanan yang dibawanya berhamburan. Dia keluar dari barisan,
tidak peduli pada teman-temannya. Dia terus berlari menjauhi barisan
teman-temannya menuju daerah yang lebih lapang dan mengamati
sekelilingnya. Yah…matahari memang sangat terang hari ini. Terlalu
terang. Dia merasakan panasnya cahaya yang menerpa tubuhnya. Sebuah
jendela terbuka lebar di sana. Kejadian yang sangat tidak lazim. Di pagi
seperti ini dan jendela sudah terbuka. Lalu rayap itu tiba-tiba
berteriak,”Bahayaaa……!!!”
Para rayap prajurit berhamburan lalu
membentuk formasi dengan tugasnya masing-masing. Ada yang mengamankan
gudang dan mengawal para pekerja memindahkan makanan. Ada yang
mengamankan sarang di mana rayap petelur berada. Sementara di garis
depan, para rayap prajurit lainnya membentuk formasi melawan dan terus
waspada meski mereka tak melihat musuh seekor pun.
Seekor rayap
yang merayap sendiri di tengah dinding terus merangkak dan mengendus
bahaya. Lalu beberapa detik kemudian datanglah bencana itu. Berjuta-juta
butiran cair bagai hujan deras tiba-tiba mengguyur daerah tempat koloni
mereka berada. Para rayap pekerja berhamburan mencari perlindungan.
Rayap-rayap prajurit ikut berhamburan, hendak melawan tapi tetap tak
melihat musuh seekorpun. Kemudian…byurrrr…! hujan deras kembali menimpa
mereka. Dalam beberapa detik rayap-rayap, baik prajurit maupun pekerja,
terkapar.
“Ini bukan hujan…, ini racuuuun…!” teriak para rayap.
Tapi sudah terlambat. Racun-racun itu tidak hanya mengguyur mereka yang
di luar tetapi juga memenuhi lubang-lubang tempat para rayap tinggal.
Tak terkecuali tempat rayap petelur atau ratu. Dalam beberapa menit
saja, koloni itu hancur tanpa sisa. Bangkai-bangkai rayap pun diangkut
entah ke mana.
Suasana menjadi tenang. Bangkai-bangkai rayap
telah bersih. seekor rayap yang sejak tadi merayap sendiri pun tak
terlihat lagi. Dari kejauhan terlihat makhluk bersayap terbang melintasi
daerah reruntuhan koloni. Dia seekor laron. Seperti seorang anak yang
baru pulang setelah lama merantau, ia terus terbang mengitari reruntuhan
koloninya, berharap menemukan sesuatu. Sesuatu yang pernah sangat
dikenalnya.
***
Seorang
terduduk lelah, masih dengan penyemprot di genggaman tangan kirinya,
menatap sudut kamar yang telah “dibereskannya”. Yang muncul dihadapannya
adalah bayangan pasar yang terbakar habis beberapa hari yang lalu.
Berita mengenai kebakaran pasar itu hanya sekali ditayangkan di TV tidak
seperti berita mengenai seorang anggota DPR yang berseteru dengan
anggota KPU yang tidak hanya ditayangkan berseri tapi juga
berulang-ulang.
Selintas perasaan bersalah menggantung. Ditatapnya “hasil pekerjaannya” dan berucap maaf berkali-kali.
Ia lalu menetapkan hatinya, memperkuat genggamannya. “ Demi keseimbangan ekosistem,” bisiknya.
Alasan tidak masuk akal sama tidak rasionalnya dengan alasan terbakarnya pasar hari itu.
Makassar, Juli 2011
Pandanganku tertuju pada jam di pergelangan tanganku. Jam dua siang. Pantas perutku mulai ribut. Aku meraih dompet dan menghitung isinya, meski aku tahu persis jumlahnya. Aku berfikir keras. Jumlah segini harus cukup hingga minggu depan. Soalnya, kiriman baru bisa kuterima minggu depan. Ngutang? Tidak mungkin! Anggaran untuk utang sudah lebih. Kalau nekat, bisa-bisa uang bulan depan habis hanya untuk bayar utang. “Bu, mi siramnya satu…,” pesanku. Akhirnya kuikuti juga keinginan perutku yang mulai merintih. Ibu yang menunggui warungnya yang ramai dikunjungi mahasiswa dengan cekatan meracik pesananku. Beberapa menit kemudian, pesananku datang. Lumayanlah untuk mengganjal perut hingga malam nanti. Kalau nanti malam, aku tidak terlalu khawatir. Aku bisa mengandalkan teman-teman di rumah kost-ku. Mereka tidak akan keberatan, jika sesekali aku ikut makan bersama mereka. Dua bulan terakhir ini aku kesulitan mengatur uang. Pasalnya, kiriman yang selalu kuterima tiap bulan dipotong sejak ...
Comments
Post a Comment